gravatar

Meraih Hidup Bahagia Part I

    Disini kami hendak kemukakan kepada kita semua, sebuah kitab karya syaikh yang mulia, yang dirahmati Alloh, diakui kewara'an, kezuhudan, dan kesalihannya baik oleh para imam yang semasa ataupun sesudahnya. imam ahlu sunnah yang luas ilmunya, banyak ahli fiqih, ahli hadist berguru dan mengambil ilmu darinya.

Beliaulah Imam As-sa'di
Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah As-Sa’diy
Adapun kitab itu adalah "al Wasail al Mufidah li Lihyah as Sa'idah", Meraih Hidup Bahagia.
Beliau adalah pengarang kitab induk tafsir al-qur'an ketiga yang terkenal "Taisirul Karimil Mannan fi Tafsir Kalamil Rahman" setelah tafsir Ibnu Jarir At-thobari dan Tafsir Ibnu katsir.
Kitab yang sangat apik ini dibahas dalam bab per bab
urutannya sebagai berikut :

1.Iman dan amal Saleh
2.Berbuat baik kepada sesama makhluk
3.Sibuk dengan pekerjaan atau ilmu yang bermanfaat
4.Memusatkan pikiran untuk melakukan pekerjaan hari ini dan tidak dihantui oleh pikiran-pikiran masa depan atau kesedihan masa lalu
5.Memperbanyak zikir kepada Allah ta’ala
6.Sering menyebut nikmat-nikmat Allah, baik yang nampak maupun tersembunyi
7.Melihat orang-orang yang berada di bawahnya dan tidak melihat orang-orang yang ada di atasnya
8.Melupakan berbagai penderitaan masa lalu yang tidak dapat ditolak
9.Berdoa dengan doa yang dipanjatkan Rasulullah
10.Memperkirakan kemungkinan terburuk yang akan menimpanya kemudian menguatkan diri untuk siap menerimanya
11.Tidak panik dan larut dalam bayangan-bayangan buruk
12.Bergantung kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya
13.Pandai dalam bergaul
14.Tidak tenggelam dalam kesedihan mendalam
15.Membandingkan kenikmatan yang diterima dengan kesulitan yang diderita
16.Perilaku buruk orang lain terhadap anda sesungguhnya merugikan dirinya sendiri
17.Berpikir positif
18.Tidak mengharapkan balasan dan penghormatan kecuali dari Allah
19.Menjadikan semua hal bermanfaat berada di depan mata anda dan berusaha untuk mewujudkannya
20.Mengatasi sebuah masalah saat itu juga untuk kemudian berkonsentrasi terhadap masa depan
21.Mendahulukan perbuatan yang paling penting dan paling disukai


Pengantar

Segala puji hanya bagi Allah yang bagi-Nya seluruh pujian. Saya bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, semoga shalawat dan salam  terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya ketenangan hati dan kesenangannya serta hilangnya rasa gundah dan resah merupakan keinginan setiap orang. Karena dengan demikian akan tercapai kehidupan yang tenteram, bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai hal-hal tersebut diperlukan sarana-sarana yang bersifat religius, alami dan logika yang kesemuanya tidak akan dapat dicapai kecuali oleh seorang mu’min. Adapun selain mereka, walaupun dapat diraih salah satunya itupun setelah para pemikir mereka menguras pikirannya untuk itu akan tetapi masih banyak hal lain yang terlewatkan yang lebih bermanfaat dan utama baik di dunia ini atau kehidupan berikutnya. 

1. IMAN DAN AMAL SALEH

Sarana yang paling utama dan paling mendasar dalam masalah ini adalah beriman kepada Allah dan beramal Shaleh. Firman Allah ta’ala:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97). 

Allah ta’ala mengabarkan dan menjanjikan bagi siapa saja yang menggabungkan antara iman dan amal shaleh dengan kehidupan yang baik di dunia ini serta balasan kebaikan di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas, karena orang-orang yang beriman kepada Allah ta’ala dengan iman yang benar dan berbuat amal shaleh yang dapat memperbaiki hati, akhlak, dunia dan akhirat, mereka memiliki pijakan dan landasan tempat menerima semua apa yang datang kepada mereka, baik yang berbentuk kebahagiaan dan kesenangan atau penderitaan dan kesedihan.
Jika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan disenangi, mereka menerimanya dengan rasa syukur serta menggunakannya sesuai fungsinya, dan jika mereka menggunakannya atas dasar tersebut maka timbullah perasaan gembira seraya berharap agar kebaikan tersebut tetap ada padanya dan mengandung berkah serta berharap teraihnya pahala karena dia termasuk orang-orang yang mensyukurinya. Semua itu merupakan perkara yang agung yang nilai dan berkahnya melebihi kebaikan itu sendiri sekaligus merupakan buahnya.
Mereka juga menghadapi keburukan dan kesulitan sesuai kemampuan yang mereka miliki, memperkecil semampunya, sabar terhadap apa yang tak mungkin mereka hindari. Dengan demikian, kesulitan-kesulitan tersebut memberikan mereka pengalaman dan kekuatan bagaimana menghadapi masalah. Sabar dan berharap pahala atas apa yang dialami, berdampak sangat besar atas hilangnya kesulitan, berganti dengan kemudahan dan harapan yang baik, keinginan akan karunia Allah dan ganjaran-Nya, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah  dalam hadits shahihnya:





Sesungguhnya perkara seorang mu’min itu menakjubkan, karena semua perkara yang dialaminya adalah baik; jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka hal itu lebih baik baginya, jika mengalami kesulitan dia bersabar, maka hal itu lebih baik baginya, dan hal seperti itu tidak terdapat kecuali pada diri seorang mu’min.” (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut Rasulullah  menggambarkan bahwa seorang mu’min akan berlipat-lipat kebaikan dan buah amalnya atas setiap apa yang dialaminya.

Karena itu anda akan mendapatkan dua orang yang mengalami hal serupa baik berupa kebaikan ataupun keburukan, akan tetapi ada perbedaan yang besar di antara keduanya dalam menerimanya. Hal tersebut dapat terjadi, karena berbedanya iman dan amal shaleh pada keduanya.
Yang pertama menerima kebaikan dan keburukan sebagaimana yang telah kita sebutkan, yaitu dalam bentuk syukur dan sabar dengan segala konsekwensinya. Sehingga lahir pada dirinya perasaan bahagia dan senang, hilangnya rasa gundah gulana, perasaan tak tenang, kesempitan dada dan kehidupan sengsara, semuanya berganti dengan kehidupan bahagia di dunia ini. 

Sementara yang lain menerima kesenangan dengan sombong dan melampaui batas. Akhlaknya menyimpang sehingga dia menerimanya bagaikan hewan rakus yang kelaparan, namun demikian hatinya tetap tidak tenang, bahkan gelisah dari berbagai sisi, dari sisi ketakutan akan hilangnya sesuatu yang dicintainya, dari banyaknya pertikaian yang biasanya tumbuh dari hal tersebut, dari sisi jiwanya yang tak puas-puasnya, bahkan menginginkan hal-hal lainnya yang mungkin dapat dia raih ataupun tidak. Walaupun seandainya dapat diraihnya, itupun akan mengakibatkan kegelisahan dari berbagai sisi yang telah disebutkan tadi.


Adapun jika mendapatkan kesulitan, dia menerimanya dengan panik, ketakutan dan tidak tenang. Jika demikian halnya, maka jangan tanya lagi bagaimana sempit kehidupannya, banyak pikiran dan tegang, ketakutan yang dapat mengakibatkan kondisi lebih buruk dan lebih parah lagi. Karena semua itu tidak dihadapi dengan mengharap pahala dari Allah, juga tidak dengan kesabaran yang dapat menghiburnya dan meringankan penderitaannya.


Semua itu dapat disaksikan lewat pengalaman. Satu contoh, jika anda renungkan dan anda kaitkan dengan realita yang ada, maka akan anda dapatkan perbedaan yang besar antara seorang mu’min yang mengamalkan semua tuntutan keimanannya dengan mereka yang tak seperti itu. Hal itu karena agama menyeru manusia untuk qana’ah (merasa cukup) rizki Allah dan semua yang dialami seorang hamba dari keutamaan dan karunia-Nya yang bermacam-macam.
 

Seorang mu’min jika ditimpa penyakit atau kefakiran atau musibah lainnya dimana setiap orang memiliki kemungkinan itu, lalu dengan keimanannya dia akan menerimanya dengan qana’ah dan ridha atas pemberian Allah kepadanya, maka hatinya menjadi tenang, tidak menuntut sesuatu yang dia tidak mampu untuk meraihnya, dirinya selalu melihat orang yang di bawahnya (yang lebih menderita dari dia) dan tidak melihat orang yang di atasnya (yang lebih senang darinya), bahkan bisa jadi dia semakin bertambah senang dan gembira jika melihat orang-orang yang dapat meraih keinginan-keinginan dunianya namun tidak memiliki sifat qana'ah atas semua itu.


Begitu juga akan anda dapatkan orang-orang yang tidak mejalankan nilai-nilai keimanan, manakala mendapatkan cobaan seperti kefakiran atau luputnya sebagian dari keinginan duniawinya, dia sangat putus asa dan menderita.


Kasus lainnya: Ketika sebab-sebab ketakutan dan kekalutan menghinggapi manusia, maka akan anda dapati orang yang imannya benar, hatinya akan mantap, jiwanya tenang, teguh dalam mencari penyelesaian serta menyelesaikan masalah yang menimpanya tersebut dengan keluasan yang dimilikinya berupa pemikiran, perkataan dan perbuatan. Dirinya telah kokoh menghadapai gangguan yang menimpa. Kondisi seperti ini akan membuat seseorang tenang dan hatinya mantap.
Sebagaimana akan anda dapatkan orang yang tak memiliki keimanan, mengalami kondisi sebaliknya. Jika mengalami ketakutan, hatinya menjadi tak tenang, emosinya tak tekontrol, pikirannya kacau-balau dan ketakutan menjalar dalam dirinya.


Sehingga dalam dirinya terkumpul ketakutan luar-dalam yang sulit untuk diungkapkan. Orang semacam ini jika belum pernah mendapatkan latihan yang banyak dalam mengatasi permasalahan berdasarkan sebab-sebab alami, akan meruntuhkan kekuatan dan kejiwaannya, karena ketiadaan iman yang mengarahkannya kepada kesabaran, khususnya dalam kondisi terdesak dan sangat menyedihkan atau menakutkan.
Orang baik dan orang jahat, orang beriman dan orang kafir punya kemungkinan yang sama dalam mewujudkan keberanian dan naluri untuk memperkecil ketakutan, akan tetapi orang beriman memiliki kelebihan berupa kekuatan iman, kesabaran dan tawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah ta’ala, semua itu akan menambah keberaniannya, meringankan beban ketakutannya dan memperkecil pengaruh musibah. Sebagaimana Allah berfirman:



Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan pula sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah, apa yang tidak mereka harapkan.” (An-Nisa: 104).




Mereka juga akan mendapatkan pertolongan dan bantuan khusus dari Allah ta’ala yang dapat menghilangkan ketakutan:
Dan bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46).