gravatar

Cinta dan Motivasi (1)

    Jika diketahui demikian, maka setiap perbuatan dan gerakan di alam semesta ini adalah berasal dari cinta dan keinginan. Kedua hal itulah yang mengawali segala pekerjaan dan gerakan, sebagaimana benci dan ketidaksukaan yang mengawali untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu.
     Cinta menggerakkan seorang pecinta untuk mencari yang dicintainya, dan kecintaannya akan sempurna manakala ia telah mendapatkannya. Maka, cinta itulah yang menggerakkan pecinta Ar-Rahman (Yan Maha Pengasih), pecinta Al-Qur'an, pecinta ilmu dan iman, pecinta materi dan uang, pecinta berhala-berhala dan salib, pecinta wanita dan anak-anak, pecinta tanah dan air dan cinta pula yang menggerakkan pecinta saudara-saudaranya. Hatinya akan tergerak kepada yang dicintainya dari hal-hal di atas. Hatinya tergerak saat yang dicintainya disebutkan, dan tidak ketika disebutkan yang lain. Karena itu engkau dapati pecinta wanita dan anak-anak, pecinta nyanyian dan qur'an syetan, mereka tidak tergerak hatinya ketika mendengarkan ilmu dan kesaksian iman, juga tidak ketika dibacakan Al-Qur'an. Tetapi, saat disebutkan yang dicintainya, serta-merta bangkitlah jiwanya, tergeraklah lahir batinnya, karena rindu dan menikmati yang dicintainya, meski sekedar disebut namanya.
     Semua kecintaan tersebut adalah batil kecuali kecintaan kepada Allah dan konsekwensi dari kecintaan pada-Nya, yaitu cinta kepada rasul, kitab, agama dan para kekasih-Nya. Berbagai kecintaan inilah yang abadi, dan abadi pula buah serta kenikmatannya sesuai dengan abadinya ketergantungan orang tersebut pada-Nya. Dan keutamaan cinta ini atas kecintaan kepada yang lain sama dengan keutamaan orang yang bergantung pada-Nya atas orang yang bergantung pada yang lain. Jika hubungan para pecinta itu terputus, juga terputus pula sebab-sebab cintanya, maka cinta kepada-Nya akan tetap langgeng abadi.
    Allah befirman,

    "(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-    orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika)     segala hubungan antara mereka terputus sama sekali." (Al-Baqarah: 166).

    Al-Asbab dalam ayat di atas menurut Atha', berdasarkan keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berarti kecintaan. Mujahid berkata, "Artinya hubungan antar mereka di dunia." Adh-Dhahhak berkata, "Hubungan kekeluargaan mereka terputus dan tempat mereka di neraka berpencar di mana-mana." Abu Shalih berkata, "Artinya amal perbuatan."1
    Semua pendapat di atas adalah benar, sebab al-asbab berarti hubungan antar mereka di dunia, dan sesuatu yang amat mereka butuhkan kemudian terputus.
    Adapun orang-orang ahli tauhid dan mereka yang ikhlas kepada Allah, maka hubungan mereka itu akan tetap tersambung, ia akan kekal sekekal Dzat yang disembah dan dicintainya. Sebab hubungan itu tergan tung kepada yang dijadikannya sandaran, baik dalam kekekalan maupun keterputusan.

Dasar Kecintaan Yang Terpuji

    Jika hal di atas telah jelas, maka diketahui bahwa dasar kecintaan yang terpuji yang diperintahkan Allah, dan yang karenanya Dia menciptakan makhluk-Nya adalah kecintaan kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu pun, yang mengandung penyembahan kepada-Nya dan tidak kepada yang lain. Dan sungguh ibadah tersebut mengandung puncak kecintaan dengan menghinakan diri sepenuhnya, dan hal itu tidak patut kecuali bagi Allah semata.
     Dan karena cinta adalah suatu jenis yang mengandung berbagai macam dengan kadar dan sifat yang berbeda, maka mayoritas yang disebutkan tentangnya dalam kaitannya dengan hak Allah adalah sesuatu yang khusus dan pantas bagi-Nya, seperti: Ibadah, kembali kepada-Nya, dan tawadhu'. Karena itu, di dalamnya tidak disebutkan kata 'isyq (cinta yang sangat antara sepasang kekasih), gharam (cinta yang menyala-nyala antar sesama manusia), shababah (kerinduan yang meluap-luap kepada kekasih), syaghaf (puncak cinta yang membara atas dasar biolo-gis), hawa (keinginan berdasarkan hawa nafsu). Dan untuk cinta kepada Allah, terkadang pula disebutkan dengan kata mahabbah, sebagaimana firman-Nya,

"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (Ali Imran:  31).

Yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (Al Ma'idah: 54).

"Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya
kepada Allah." (Al-Baqarah: 165).

     Dan inti dari kitab-kitab Allah yang diturunkan ke bumi, dari yang pertama hingga yang terakhir adalah perintah untuk merealisasikan mahabbah (cinta) tersebut, serta melarang agar tidak mencintai sesuatu yang bertentangan dengannya. Juga di dalamnya diungkapkan contoh-contoh dan kiasan-kiasan masing-masing dari dua golongan pecinta tersebut. Diceritakan pula kisah-kisah mereka dan akibat akhirnya, termasuk kedudukan, pahala dan siksaan buat mereka. Dan sungguh seseorang tidak mendapatkan manisnya iman, bahkan tidak merasakan kenikmatannya, kecuali jika Allah dan Rasul-Nya adalah yang paling ia cintai. Demikian seperti yang disebutkan dalam Shahihain(2) dari hadits Anas Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa-sanya beliau bersabda,

"Ada tiga perkara yang jika ia terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan mendapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dan selain-Nya, (kedua) ia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, (dan ketiga) ia bend untuk kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya daripadanya, sebagaimana ia bend untuk dilemparkan ke dalam neraka."

   Dalam Shahihain(3) pula disebutkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang dari kalian sehingga aku lebih ia dntai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia."

    Karena itulah sehingga dakwah para rasul, sejak yang paling awal hingga yang terakhir, semuanya sama-sama mengajak untuk menyembah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
    Dan dasar ibadah, kesempurnaan serta kelengkapannya adalah cinta. Karena itu, cinta kepada Tuhan tersebut tidak boleh disekutukan dengan kecintaan kepada hamba-Nya.
     Sedang kalimat yang mengandung dua dasar di atas adalah kalimat yang seseorang tidak bisa masuk Islam kecuali dengannya, dan bahwa darah dan hartanya tidak dijaga kecuali dengan menghadirkannya, dan bahwa seseorang tidak bisa selamat dari siksa Allah kecuali dengan merealisasikannya dengan hati dan lisan, dan bahwa dzikir dengannya adalah seutama-utama dzikir, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Ibn Hibban(4) dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

"Seutama-utama dzikir adalah laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) ."

     Dan disebutkan pula bahwa surat yang khusus menegaskan makna laa ilaaha illallaah sama nilainya dengan sepertiga Al-Qur'an,(5) dan dengannya Allah mengutus segenap Rasul-Nya, menurunkan semua kitab-kitab-Nya, dan menetapkan semua syariat-Nya, sebagai realisasi dari hak laa ilaaha illallaah serta penyempurna baginya. Dan dengan kalimat itulah setiap hamba masuk kepada Tuhannya serta menjadi berada di sisi-Nya. Dengan kalimat itulah para kekasih dan musuh-musuh-Nya menyeru minta tolong. Ya, para musuh Allah itu manakala ditimpa bahaya di darat maupun di laut mereka meminta tolong dengan menyatakan keesaan Allah serta berlepas diri dari sekutu-sekutu mereka.(6)' Mereka menyeru kepada Allah dengan penuh keikhlasan
dan hanya memurnikan ketaatan pada-Nya. Adapun para kekasihnya, maka kalimat itu adalah kalimat yang dengannya mereka meminta pertolongan kepada Allah, dalam berbagai kesulitan dunia dan akhirat. Karena itulah, sehingga doa orang yang ditimpa kesusahan adalah,

"Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang Maha agung lagi Maha Penyayang, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Tuhan pemilik Arasy yang agung, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Tuhan pemilik bumi dan pemilik Arasy yang mulia."(7)

   Asma' binti Umais berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajariku beberapa kalimat yang (harus) kuucapkan saat kesulitan,

"Allah, Allah Tuhanku, aku tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun jua.'(8)

    Dalam Sunan At-Tirmidzi(9) disebutkan, dari hadits Ibrahim bin Muhammad bin Sa'id bin Abi Waqqash, dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

"Doa Yunus ketika bermunajat di dalam perut ikan adalah, Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. 'Sungguh tidaklah seorang Muslim berdoa dengannya dalam suatu (persoalan) kecuali akan dikabulkan baginya."

    Maka tauhid adalah tempat kembalinya orang-orang yang mencari, tempat meminta pertolongan orang-orang yang panik, keselamatan bagi orang-orang yang tertimpa musibah, serta pertolongan bagi orang-orang yang sengsara. Dan hakikatnya adalah mengesakan Tuhan Yang Maha suci dengan cinta, pemuliaan dan pengagungan disertai kehinaan dan merendahkan diri.

Tidak Dicintai Karena Dzatnya Kecuali Allah

     Jika telah diketahui bahwa segala aktivitas dasarnya adalah cinta dan keinginan, maka tentu harus ada yang dicintai dan diingini untuk diri itu sendiri, dan bukan dicari dan dicintai untuk lainnya. Sebab kalau setiap yang dicinta untuk yang lain, maka akan terjadi mata rantai yang tak berujung dalam sebab dan tujuannya, dan hal tersebut adalah batil menurut kesepakatan orang-orang yang berakal.
     Dan sesuatu terkadang dicintai pada satu sisinya, tetapi tidak pada sisi yang lain. Karena itu, tidak ada suatu pun yang dicintai karena dzatnya dalam segala sisinya kecuali Allah Yang Mahaesa semata, yang tidak berhak menyandang ketuhanan kecuali Diri-Nya. Dan seandainya di langit dan di bumi terdapat tuhan-tuhan lain selain Allah, niscaya terjadilah kebinasaan. Dan Ilahiyah (ketuhanan) yang diserukan para rasul kepada masing-masing umatnya untuk mentauhidkan Tuhan, yaitu: Ibadah dan penyembahan. Dan di antara konsekwensinya yaitu mengesakan Ketuhanan yang juga diakui oleh orang-orang musyrik. Dan Allah menjadikan hal ini sebagai kesaksian atas mereka, sebab mengakui keesaan Ketuhanan Allah berarti harus mengakui dan merealisasikan pengesaan Allah dalam ibadah dan penyembahan.

note : 
1. Uhal Ad-Durrul Mantsur, (1/402).
2. Diriwayatkan Al-Bukhari (1/56), Muslim (43).
3. Diriwayatkan Al-Bukhari (1/55), Muslim (44).
4. Sunan Ibnu Hibban (no. 846), diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi (3383), An-Nasa'i dalam Amalul Yaumi wal Lailah (831), Al-Hakim (1/503), Ibnu Majah (3800) dari Jabir dengan sanad hasan, insya Allah.
5. Yang dimaksud adalah surat Al-Ikhlash, sedang hadits yang meriwayatkan keutamaan ini adalah riwayat Al-Bukhari (9/53) dari Abu Sa'id, Muslim (811) dari Abu Darda'.
6. Sebagaimana dikisahkan Allah dalam surat Luqman ayat 32.
7. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7/154), Muslim (2730) dari Ibnu Abbas.
8. Diriwayatkan Abu Daud (1525), Ahmad (6/369) dengan sanad hasan.
9. Sunan At-Trimidzi (no. 3500).